Sabtu, 04 Januari 2025

DIABETES MELITUS

 

I.     KONSEP MEDIS

A.                     Definisi

Diabetes mellitus berasal dari kata diabetes yang berarti terus mengalir, dan mellitus yang berarti manis. Kemudian istilah diabetes menjadi sebutan, karena sering minum dalam jumlah banyak yang disusul dengan sering keluar kembali dalam jumlah yang banyak. Sebutan mellitus disebabkan air kencing yang keluar manis mengandung gula. Sampai sekarang penyakit ini disebut sebagai kencing manis atau diabetes mellitus (Ayu Rohma, 2021).

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kalenjar pankreas yang berperan dalam memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi (Nurul Falah,2020).

                Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Varena, (2019).

 

B.       Etiologi

                        Etiologi atau faktor penyebab adalah faktor klinik dan personal yang dapat merubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Menurut (Varena, 2019) Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan kedalam 2 kategori klinis yaitu:

1.         Diabetes melitus tergantung insulin (DM tipe 1)

a.     Genetik

Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses imunnya.

b.    Imunologi

Pada diabetes type 1terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum.Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing.

c.    Lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.

2.         Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM tipe 2)

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. 

     Faktor-faktor risiko:

a.    Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.

b.                  Obesitas

c.                   Riwayat keluarga

 

C.                            Patofisiologi

Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Samita, 2018).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino 49 dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini kan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting (Samita, 2018)

Diabetes tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya Diabetes Melitus Tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas. Mekanisme terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolismeglukosa didalam sel (Harnani, 2019).

Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensiinsulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransiglukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi Diabetes Melitus Tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Melitus Tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, Ketoasidosis Diabetik tidak terjadi pada Diabetes Melitus Tipe 2 (Harnani, 2019).

Meskipun demikian, Diabetes Melitus Tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK). Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan Diabetes Melitus Tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti : kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit Diabetes Melitus selama bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi diabetes Melitus jangka panjang (misalnya, kelainan mata, Neuropati Perifer, kelainan Vaskuler Perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Harnani, 2019).

D.      Tanda dan gejala

Tanda dan gejala DM dikaitkan dengan  konsekuensi metabolic defisiensi insulin (Huda nurarif, 2020)

1.    Kadar glukosa puasa tidak normal

2.    Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia)

3.    Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang

4.     Gejala lain yang dikeluhkan  adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas vulva.

 

E.       Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronis (Nurul falah,2020).

1.         Komplikasi akut

a.    Hipoglikemia

                        Merupakan rendahnya kadar gula dalam darah yaitu kurang dari 70 mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.

b.    Hiperglikemia

                        Adalah peningkatan kadar gula dalam darah yaitu lebih dari 200 mg/dL. Jika kadar gula darah makin lama makin meningkat dan tidak terkontrol akan mengakibatkan ketoasidosis.

c.    Diabetik ketoasidosis

                        Adalah tidak adanya atau kurangnya jumlah insulin yang dihasilkan.

2.    Komplikasi kronis

a.    Makrovaskuler (pembuluh darah besar)

                        Pada penyandang DM akan mengalami perubahan akibat aterosklerosis, trombosit, sel darah merah, faktor pembekuan yang tidak normal dan perubahan pada dinding arteri. Aterosklerosis sering terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi makrovaskuler adalah penyakit arteri koroner, penyakit vaskular serebral dan penyakit vaskular perifer.

b.    Mikrovaskuler (pebuluh darah kecil)

                        Yang mengenai retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati diabetik. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada klien dengan DMTI/IDDM yang diantaranya terjadi :

1)      Retinopati

Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena berkurangnya aliran darah dalam retina, sehingga akan menyebabkan iskemik retina. Perubahan ini dapat mengakibatkan gangguan dalam penglihatan.

2)      Nefropati

Nefropati adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan adanya albumin dalam urine, hipertensi.

3)      Neuropati

Neuropati adalah penyakit pada sistem saraf perifer dan sistem saraf otonom. Neuropati disebabkan karena adanya penebalan pada dinding pembuluh darah yang menekan saraf, sehingga akan menyebabkan penurunan nutrien. Perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan penurunan persepsi nyeri.

4)      Rentan infeksi

      Seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.

5)      Kaki diabetik

Kaki diabetik adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kaki diabetes melitus dapat disebabkan kerena hilangnya sensori pada kaki yang mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan makrovaskular dan mikrovaskular dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis sehingga akan menyebabkan gangren dan beresiko terhadap tindakan amputasi.

 

F.       Tes Diagnostik

                        Tes diagnostik merupakan pendekatan yang digunakan dalam praktik klinis untuk mengidentifikasi penyakit pasien tertentu dengan akurasi tinggi dan dengan demikian memberikan pengobatan dini dan tepat. Smeltzer (2021). Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan, yaitu:

1.         Kadar glukosa darah

     Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring :

         Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)

    Kadar Glukosa Darah Sewaktu         DM                       Belum pasti DM

    Plasma vena                                      >200                      100-200

    Darah kapiler                                    >200                       80-100

          Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)

     Kadar Glukosa Darah Puasa             DM                        Belum pasti DM

     Plasma vena                                       >120                      110-120

     Darah kapiler                                     >110                       90 110

 

2.         Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

a.    Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b.    Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

c.    Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandia (pp) >200 mg/dl).

3.         Tes laboratorium DM

     Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tesdiagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.

4.         Tes saring

Tes saring pada DM adalah :

a.         GDP, GDS

b.        Tes Glukosa Urin

1)       Tes konvensional (metode reduksi/benedict)

2)       Tes carik celup (meotde glucose oxidase/hexokinase)

5.         Tes diagnostik

     Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2P (Glukoa Darah 2 jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO

6.         Tes monitoring terapi

a.     GDP : plasma vena, darah kapiler

b.    GD2 PP : plasma vena

c.     A1c : darah cena, darah kapiler

7.         Tes untuk mendeteksi komplikasi

a.         Mikroalbuminuria : urin

b.        Ureum, kreatinin, asam urat

c.         Kolesterol total : plasma vena (puasa)

d.        Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)

e.         Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)

f.          Trigliserida : plasma darah (vena)

 

 

G.      Penatalaksanaan Medis

                        Penatalaksanaan pada penyandang DM menurut Ayu Rohma (2021), yaitu Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan obat suntikan, yaitu:

1.      Obat antihiperglikemia oral

     Berdasarkan cara kerjanya obat ini dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain:

a.       Pemacu sekresi insulin: Sulfoniluera dan Glinid

                        Efek utama obat sulfoniluera yaitu memacu sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Cara kerja obat glinid sama dengan cara kerja obat sulfoniluera, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat mengatasi hiperglikemia post pradinal.

b.      Penurunan senitivitas terhadap insulin: Metformin dan Tiazolidinon (TZD)

                        Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer. Sedangkan efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah menurunkan resistensi insulin dengan jumlah proteiin pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di perifer.

c.       Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

                        Fungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek menurnkan kadar gula darah dalam tubuh sesudah makan.

d.      Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl-IV)

                        Obat golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan skresi glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose dependent)

2.      Kombinasi obat oral dan suntikan insulin

     Kombinasi obat antihiperglikemi oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa dengan baik jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi isnulin basal dan prandinal, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan (Ayu Rohma, 2021).

                                                                                                               

 

 

II.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian

Menurut Samita (2018). Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Tujuan dari pengkajian adalah didapatkan data yang mencakup bio, psiko, dan spiritual.

1. Biodata

2. Penanggung jawab

3. Keluhan utama

4. Riwayat kesehatan

a.       Riwayat kesehatan sekarang

b.      Riwayat kesehatan lalu

c.       Riwayat kesehatan keluarga

5. Riwayat psikososial

6. Riwayat spiritual

7. Pemeriksaan fisik

a.       Keadaan umum klien

b.      Tanda-tanda vital

c.       Sistem pernapasan

d.      Sistem kardiovaskular

e.       Sistem pencernaan

f.       Sistem indera

g.      Sistem saraf

h.      Sistem musculoskeletal

i.        Sistem integument

j.        Sistem endokrin

k.      Sistem reproduksi

l.        Sistem immune

 

 

      Menurut americaners association (ana), mengenai standar pengkajian, dinyatakan bahwa data harus:

1. Relevan dengan kebutuhan pasien

2. Pengumpulan data dari berbagai sumber

3. Pengumpulan data dati berbagai teknik

4. Pengumpulan data secara sistematis

5. Pendokumentasian menggunakan format

 

      Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorgaisasi, dan meliputi empat aktivitas dasar atau elemen dari pengkajian yaitu pengupulan data secara sistematis, memvalidasi data, memilah, dan mengatur data dan mendokumentasikan data dalam format.

 

B.       Diagnosis Keperawatan

        Masalah keperawatan atau diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim pokja SDKI PPNI, 2019). Berdasarkan hal tersebut peneliti dalam kasus asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes melitus menegakkan masalah keperawatan berdasarkan dari pengkajian yang didapatkan. Menurut (Harnani, 2019). ada beberapa diagnosa keperawatan yaitu :

1.      Ketidakstabilan kadar glukosa (D.0027)

Definisi:

Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal

Penyebab:

hiperglikemia

a.    Disfungsi pancreas

b.   Resistensi insulin

c.    Gangguan toleransi glukosa darah

d.   Gangguan glukosa darah puasa

hipoglikemia

a.    Penggunaan insulin atau obat glikemik oral

b.   Hiperinsulinemina (mis. insulinoma)

c.    Endokrinopati (mis. kerusakan adrenal atau pituitary)

d.   Disfungsi hati

e.    Disfungsi ginjal kronis

f.    Efek agen farmakologis

g.   Tindakan pembedahan neoplasma

h.   Gangguan metabolic bawaan (mis. gangguan penyimpanan lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif:

Hipoglikemia

a.    Mengantuk

b.   Pusing

Hiperglikemia

a.    Lelah atau lesu

Objektif:

Hipoglikemia

a.    Gangguan koordinasi

b.   Kadar glukosa dalam darah/urin rendah

Hiperglikemia

a.    Kadar glukosa dalam darah/urin tinggi

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif:

Hipoglikemia

a.    Palpitasi

b.   Mengeluh lapar

Hiperglikemia

a.    Mulut kering

b.   Haus meningkat

Objektif:

Hipoglikemia

a.    Gemetar

b.   Kesadaran menurun

c.    Perilaku aneh

d.   Sulit bicara

e.    Berkeringat

Hiperglikemia

a.    Jumlah urin meningkat

2.      Nyeri akut (D.0077)

Definisi:

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab:

a.       Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

b.      Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)

c.       Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma latihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor:

Subjektif:

a. Mengeluh nyeri

Objektif:

a. Tampak meringis

b. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)

c. Gelisah

d. Frekuensi nadi meningkat

e. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

(tidak tersedia)

Objektif:

a. Tekanan darah meningkat

b. Pola nafas berubah

c. Nafsu makan berubah

d. Proses berfikit terganggu

e. Menarik diri

f. Berfokus pada diri sendiri

g. Diaphoresis

3.      Gangguan integritas kulit (D.0129)

Definisi:

Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/atau ligament)

Penyebab:

a.    Perubahan sirkulasi

b.   Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

c.    Kekurangan/kelebihan volume cairan

d.   Penurunan mobilitas

e.    Bahan kimia iritatif

f.    Suhu lingkungan yang ekstrem

g.   Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi )

h.   Efek samping terapi radiasi

i.     Kelembaban

j.     Proses penuaan

k.   Neuropati perifer

l.     Perubahan pigmentasi

m. Perubahan hormonal

n.   Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/ melindungi integritas jaringan

Gejala dan Tanda Mayor:

Subjektif:

(tidak tersedia)

Objektif:

a. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

Gejala dan Tanda Minor:

Subjektif:

(Tidak tersedia)

Objektif:

a. Nyeri

b. Pendarahan

c. Kemerahan

d. Hematoma

4.      Risiko infeksi (D.0142)

Definisi:

Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Faktor risiko:

a.    Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)

b.   Efek prosedur invasive

c.    Malnutrisi

d.   Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan

e.    Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:

1)   Gangguan peristaltic

2)   Kerusakan integritas kulit

3)   Perubahan sekresi Ph

4)   Penurunan kerja siliaris

5)   Ketuban pecah lama

6)   Ketuban pecah sebelum waktunya

7)   Merokok

8)   Statis cairan tubuh

f.    Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:

1)   Penurunan haemoglobin

2)   Imununosupresi

3)   Leukopenia

4)   Supresi respon inflamasi

5)   Vaksinasi tidak adekuat

5.      Defisit nutrisi (D.0019)

Definisi:

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Penyebab:

a.       Ketidakmampuan menelan makanan

b.      Ketidakmampuan mencerna makanan

c.       Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient

d.      Peningkatan kebutuhan metabolisme

e.       Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)

f.       Faktor psikologis (mis. stress, keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor:

Subjektif:

(tidak tersedia)

Objektif:

a.       Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor:

Subjektif:

a.       Cepat kenyang setelah makan

b.      Kram/nyeri abdomen

c.       Nafsu makan menurun

Objektif:

a.       Bising usus hiperaktif

b.      Otot pengunyah lemah

c.       Otot menelan lemah

d.      Membrane mukosa pucat

e.       Sariawan

f.       Serum albumin turun

g.      Rambut rontok berlebihan

h.      Diare

6.      Perfusi Perifer Tidak Efektif  (D.0009)

Definisi:

Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.

Penyebab :

a.       Hiperglikemia

b.      Penurunan konsentrasi hemoglobin

c.       Peningkatan tekanan darah

d.      Kekurangan volume cairan

e.       Penurunan aliran arteri dan/atau vena

f.       Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)

g.      Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. diabetes mellitus, hyperlipidemia)

h.      Kurang aktivitas fisik

Gejala dan tanda mayor

Subjektif:

(Tidak tersedia)

Objektif:

a.       Pengisian kapiler >3 detik

b.      Nadi perifer menurun atau tidak teraba

c.       Akral teraba dingin

d.      Warna kulit pucat

e.       Turgor kulit menurun

Gejala dan tanda minor

Subjektif:

a.       Parastesia

b.      Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)

Objektif:

a.       Edema

b.      Penyembuhan luka lambat

c.       Indeks ankle-brachial <0,90

d.      Bruit femoral

7.         Intoleransi aktivitas (D.0056)

Definisi:

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

Penyebab:

a.       Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b.      Tirah baring

c.       Kelemahan

d.      Imobilitas

e.       Gaya hidup monoton

Gejala dan Tanda Mayor:

Subjektif:

a. Mengeluh lelah

Objektif;

a. frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

Gejala dan Tanda Minor:

Subjektif:

a. Dipsnea saat/setelah aktivitas

b. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

c. Merasa lemah

Objektif:

a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas

c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia

d. Sianosis

 

C.  Intervensi Keperawatan

 

     Intervensi keperawatan atau perencanaan keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Harnani, 2019).Tahap ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan, perencanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan klien 2 disusun setelah semua data yang terkumpul selesai dianalisis dan diprioritaskan. Langkah-langkah dalam perencanaan keperawatan ini terdiri dari: menegakkan diagnosis keperawatan, menentukan sasaran dan tujuan, menentukan kriteria dan evaluasi, menyusun intervensi dan tindakan keperawatan.

 

No.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intevensi Keperawatan

1.

Ketidakstabilan Kadar Glukosa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan:

Kestabilan kadar gloukosa darah membaik dengan krtiteria hasil:

1.    Mengantuk menurun

2.    Pusing menurun

3.    Lelah/lesuh menurun

4.    Gemetar menurun

5.    Berkeringat menurun

6.    Mulut kering menurun

7.    Rasa haus menurun

8.    Perilaku aneh

9.    Kesulitan bicara menurun

10. Kadar glukosa darah dalam darah membaik

MANAJEMEN HIPERGLIKEMIA

Observasi

1.      Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia

2.      Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat ( mis,penyakit kambuhan)

3.      Monitor kadar glukosa darah, jika perlu

4.      Monitor tanda dan gejala hiperglikemia( mis, poliuria, polidipsia, polipagia, kelemahan ,molaise,pandangan kabur,sakit kepala)

5.      Monitor intake dan output cairan

6.      Monitor keton urine ,kadar analisa gas darah, elektrolit, teknan darah ortostatik dan frekuensi nadi

Terapeutik

1.      Berikan asupan cairan      oral

2.      Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk

3.      Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik

Edukasi

1.      Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL

2.      Anjurkan memonitor kadar glukosa darah secara mandiri

3.      Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga

4.      Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine, jika perlu

5.      Ajarkan pengolaan diabetes (mis, penggunaan insulin, obat oral, memonitor asupan cairan)

Kolaborasi

1.      Kolaborasi pemberian insulin

2.      Kolaborasi pembrian cairan IV

3.      Kolaborasi pemberian kallum

2.

Nyeri Akut

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan timgkat nyeri dengan kriteria hasil:

1.      Keluhan nyeri menurun

2.      Meringis menurun

3.      Sikap protektif menurun

4.      Gelisah menurun

5.      Kesulitan tidur menurun

6.      Menarik diri menurun

7.      Berfokus pada diri sendiri menurun

8.      Diaforesis menurun

9.      Perasaan depresi (tertekan) menurun

10.  Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun

11.  Anoreksia menurun

12.  Perineum tertekan menurun

13.  Uterus terasa membulat menurun

14.  Ketegangan otot menurun

15.  Pupil dilatasi menurun

16.  Muntah menurun

17.  Mual menurun

18.  Frekuensi nadi membaik

19.  Pola napas membaik

20.  Tekanan darah membaik

21.  Proses berpikir membaik

22.  Fokus membaik

MANAJEMEN  NYERI

Observasi

1.    Identifikasi loksi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

2.    Identifikasi skala nyeri

3.    Identifikasi respon nyeri non verbal

4.    Identifikasi faktor yang memperberat dan memperringan nyeri

5.    Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6.    Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

7.    Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8.    Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di berikan

9.    Memonitor efek samping penggunaan anal getik

Terapeutik

1.    Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis,terapi musik,terapi pijat,aromaterapi,kompres air hangat/dingin)

2.    Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri(mis, suhu rangan, pencahayaan, kebisingan)

3.    Fasilitasi istirahat dan tidur

4.    Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredahkan nyeri

Edukasi

1.    Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

2.    Jelaskan strategi meredahkan nyeri

3.    Anjurkan memonitor nyri secara mandiri

4.    Anjurkan menggunakan anal getik secara tepat

5.    Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1.    Kolaborasi anal getik, jika perlu

3.

Gangguan Integritas Kulit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan:

integritas kulit dan jaringan membaik dengan kriteria hasil:

1.     Kerusakan jaringan menurun

2.     Kerusakan lapisan kulit menurun

3.     Nyeri menurun

4.     Pendarahan menurun

5.     Kemerahan menurun

6.     Hematoma menurun

7.     Pigmentasi abnormal menurun

8.     Jaringan parut menurun

9.     Nekrosis menurun

10. Abrasi kornea menurun  Suhu kulit membaik

11. Sensasi membaik

12. Tekstur membaik

13. Pertumbuhan rambut membaik

PERAWATAN LUKA

Observasi

1.      Monitor karakteristik luka ( mis,drainase, warna , ukuran, bau )

2.      Monitir tanda-tanda infeksi

Terapeutik

1.      Lepaskan balutan dan plaster secara perlahan

2.      Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu

3.      Bersihkan dengan ciran NaCl atau pemberih nontoksik, sesuai kebutuhan

4.      Bersih jaringan nekrotik

5.      Bersihkan salep yang sesuia ke kulit / lesi, jika perlu

6.      Pasang balutan  sesuaai  jenis luka

7.      Pertahanan teknik steril saat melakukan perawatan luka

8.      Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

9.      Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien

10.  Berikan diet dengan kalori 30-35 kk al / kg BB / hari dan protein 1,25- 1,5 G/KG bb/ hari

11.  Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis, vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai Indikasi

12.  Berikan terapi TENS( stimulus saraf transkutaneouse) , jika perlu

Edukasi

1.      Jelaskn tanda dan gejala infeksi

2.      Anjurkan mengomsumsi makanan tinggi kalori dan protein

3.      Ajarkan prosedur perawatn luka secara mandiri

Kolaborasi

1.      Kolaborasi prosedur debridement( mis, enzimatik, biologis, mekanus, autolitik), jika perlu

2.      Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

4.

Gangguan Mobilitas Fisik

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil

1.     Pergerakan ekstremitas meningkat

2.     Kekuatan otot meningkat

3.     Retang gerak (rom)

4.     Nyeri menurun

5.     Kecemasan menurun

6.     Kaku sendi

7.     Gerakan tidak terkoordinasi

8.     Gerakan terbatas

9.     Kelemahan fisik

DUKUNGAN MOBILISASI

Observasi

1.      Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

2.      Identifikasi toleransi fisik melakukan gerakan

3.      Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum melakukan pergerakan

4.      Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Teraupetik

1.      Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu

2.      Fasilitasi melakukan pergerakan

3.      Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan gerakan

Edukasi

1.      Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

2.      Anjurkan melakukan mobilisasi dini

3.      Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan.

5.

Risiko Infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil

1.      Kemerahan menurun

2.      Bengkak menurun

3.      Nyeri menurun

4.      Cairan berbu busuk menurun

 

PENCEGAHAN INFEKSI

Observasi

1.    Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Terapeutik

1.    Batasi jumlah pengunjung

2.    Berikan perawatan kulit pada area edema

3.    Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

4.    Pertahankan tehnik aseptic pada pasidn beresiko tinggi

Edukasi

1.    Jelaskan tanda dan gejala infeksi

2.    Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

3.    Ajarkan cara memeriksa luka atau luka operasi

4.    Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi

5.    Ajarkan meningktakan asupan cairan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

6.

Defisit Nutrisi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X8 jam diharapkan tingkat status nutrisi meningkat dengan kriteria hasil

1.    Porsi makan yang di habiskan meningkat

2.    Kekuatan otot pengunyah meningkat

3.    Kekuatan otot menelan meningkat

4.    Serum albumin meningkat

5.    Verbalisasi untuk menngkatkan nutrisi meningkat

6.    Pengetahuan tentang makana yang sehat meningkat

7.    Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat

8.    Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman menngkat

9.    Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman menngkat

10.Sikap terhadap makanan /minuman dengan tujuan kesehatan meningkat

MANAJEMEN NUTRISI

Observasi:

1.    Identifikasi status nutrisi

2.    Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3.    Identifikasi makanan yang disukai

4.    Identifikasi kebtuhan kalori dan jenis nutrien

5.    Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

6.    Monitor asupan makanan

7.    Monitor berat badan

8.    Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Teraupetik

1.    Lakukan oral hygine, sebelum makan, jika perlu

2.    Fasilitasi menentukan pedoman diet

3.    Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

4.    Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5.    Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

6.    Berikan suplemen makanan

7.    Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat di toleransi

Edukasi

1.    Anjurkan posisi duduk

2.    Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang di butuhkan

 

D.     Implementasi

Implementasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatanyang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuaidengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasiyang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien (Samita, 2018).

 

D.  Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatandengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan (Samita, 2018).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Nurul falah, Asri .(2020). asuhan keperawatan diabetes mellitus

 

PPNI. (2019). Tim Pokja Sdki PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

PPNI. (2019). Tim Pokja Siki PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.

PPNI. (2019). Tim Pokja Slki PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan.

Rohma, Fitri Ayu . (2021). Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus. Jakarta.EGC

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. (2021) buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. Jakarta : ECG

Huda Nuraif, Amin. (2020). Buku Asuhan Keperawatan Praktis.

Varena, Muthia.( 2019) . Asuhan Keperawtan  Diabetes Melitus

Harnani, N. M., Andri, I., & Utoyo, B. (2019). Asuhan keperawatan diabetes mellitus. Jurnal Urecol, 6(6), 361.

Samita, L. (2018). Program studi d iii keperawatan sekolah tinggi ilmu kesehatan. perintis padang tahun 2018. 1–104.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DIABETES MELITUS

  I.      KONSEP MEDIS A.                      Definisi Diabetes mellitus berasal dari kata diabetes yang berarti terus mengalir, dan ...